‘Ksamakna hulun de Hyang Mami, mwang Dewa Bhatara makadi
Hyang Kawitan, moghi hulun tan kneng upadrawa tulah pamidi, nimitaning hulun,
ngutaraken katatwan ira, sang wusamungguh ring tmagawasa, lepihaning kawitan,
kang wenang kesungsung de treh Airlangga’
(Prasasti Abasan, lembar 1b)
(Prasasti Abasan, lembar 1b)
Artinya :
’Maafkanlah hamba oleh junjungan hamba, dan para dewa-dewa pelindung, seperti halnya para leluhur, semoga hamba tidak mendapat kutukan, lancang. Sebab hamba akan menuturkan prihalnya beliau yang telah bersthana pada lempengan tembaga, lampiran leluhur, yang seharusnya di junjung oleh keturunan Airlangga.’
’Maafkanlah hamba oleh junjungan hamba, dan para dewa-dewa pelindung, seperti halnya para leluhur, semoga hamba tidak mendapat kutukan, lancang. Sebab hamba akan menuturkan prihalnya beliau yang telah bersthana pada lempengan tembaga, lampiran leluhur, yang seharusnya di junjung oleh keturunan Airlangga.’
Keturunan Airlangga
Airlangga adalah keturunan
Dharmodayana, Jadi berleluhur Warmadewa. Namun di jawa menurut prasasti
Kalkuta, beliau menyatakan diri sebagai pewaris Dharmawangsa Teguh. Dengan
melekatkan nama Uttungga Wikrama, yang dapat di lihat pada gelar lengkapnya
“Rakai Halu Sri Lokeswara Dharmawangsa Teguh Wikramottunggadewa”. Penggunaan
gelar dimadsud dapat di pahami hanyalah mengabsahkan dirinya yang berhak atas
Kerajaan Kahuripan di Jawa Timur itu. Namun beliau tetap keturunan Warmadewa
dari garis Purusa (Bapak).
Prabhu
Airlangga di Jawa berputra empat orang. Tiga orang lahir dari ibu Swari dan
satu orang lahir dari seorang gadis gunung.
Yang tertua
adalah seorang putri yang bernama Sri Dewi Kili Endang Suci.
Ia juga di beri nama atau gelar Rake Kapucangan. Adek
laki-lakinya masing-masing bernama Sri Jayabhaya dan Sri Jayasabha. Seorang
putra yang lahir dari gadis gunung adalah Sirarya Buru. Konon ibu Arya di
dapatkan di gunung, di sebuah desa ketika Prabhu Airlangga berburu.
Sri Dewi
Kili Endang tidak ada kemauannya menjadi raja. Airlangga menjadi susah, karena
kedua putra nya berhak menggantikannya. Untuk itu ia mengutus Empu Bradah pergi
ke bali, mengusahakan agar Jayasabha dapat di terima untuk menjadi Raja dibali.
Namun Empu Kuturan menolak kehendak Prabhu Airlangga dengan alasan di Bali telah ada raja pengganti yaitu anak wungsu, yakni
Adinda dari Airlangga sendiri.
Untuk
memecahkan permasalahan pergantian diri Airlangga sebagai raja, maka terpaksa
Kerajaan Kahuripan di bagi dua, menjadi Kediri
untuk Jayabhaya dan Janggala untuk Jayasabha. Dan Airlangga sendiri pergi
bertapa dengan gelar Rsi Jatayu. Pembagian kerajaan Kahuripan ini terjadi tahun
1042 masehi, yang di laksanakan oleh Empu Bradah.
Sri
jayabhaya di Kediri berputra 3 orang, yang sulung bergelar Sri Aji Dangdang
Gendis, yang kedua bergelar Siva Wandhira. Sedangkan yang wungsu bergelar Sri
Jaya Kusuma.
Sri Aji
Dandang Gendis berputra Sri Aji Jaya Kathong, ia gugur di medan perang melawan persekutuan tentara
Tartar dengan Sanggramawijaya. Sri Jayakatong berputra Sri Jayakatha. Adapun sri
Siva Wandhira berputra Sri Jaya Waringin dan Sri Jaya Kusuma Berputra Sri Wira
Kusuma. Sri Jaya Waringin Dan Sri Jayaktha tunduk kepada Ken Arok raja
Singasari. Di sini mereka berdua di jadikan anak oleh Arya Gajah keturunan Kbo
Ijo.
Di
Singasari Sri Jaya Katha berputra tiga orang, masing-masing bernama : Sirarya
Wyahan Dalem Manyenang,di berikan gelar demikian, karena ia hidup sehat ketika
ibunya di larikan ke Tumapel. Putra yang kedua berputra Arya Katanggaran dan
yang paling kecil bernama Arya Mudhata. Sirarya Wayahan Manyeneng Berikutnya
berputra Sirarya Gajah Para dan Siraya Getas. Sirarya katanggaran beristri dari
keluarga Kbo Ijo, lalu berputra Sira Kbo Anabrang atau Sirarya Sabrang. Sira
Kbo Anabrang mempunyai anak satu-satunya yang bernama Kbo Taruna,Terkenal
dengan nama lainnya Siarya Singha Sardhula.
Sri Jaya
Waringin yang di jadikan anak oleh keluarga Kbo Ijo, mempunyai seorang anak
laki-laki yang bernama Sirarya Kuta Mandhira. Berikutnya Sirarya Kuta Mandhira
mempunyai anak laki-laki yang di beri nama Kuta Waringin. Dari sinilag awalnya ada
keturunan atau Warga Kuta Waringin di Bali. Karena ia ke Bali
ketika ekspedisi Majapahit.
Sri Jaya Sabha
di Janggala menurunkan seorang putra yang bernama Sira Aryeng Kediri dan berputra
Sira Aryeng Kepakisan, yang dating ke Bali atas printah Maha Patih Gajah Mada, untuk
Menyertai Sri Kresna Kepakisan Sebagai Adipati di Bali.
Di Bali Sirarya
kepakisan berputra dua orang yaitu Pangeran Nyuh Aya dan Pangeran Asak. Dalam generasi
berikutnya Pangeran Nyuh Aya menurunkan 8 putra yaitu :
1. Wini Ayu
Widhi (dikawini oleh Klapodyana)
2. Kiyayi Petandakan
3. Kiyayi Satra
2. Kiyayi Petandakan
3. Kiyayi Satra
4. Kiyayi Akah
5. Kiyayi Cacaran
6. Kiyayi Pelangan
7. Kiyayi Kloping
8. Kiyayi Angga.
Seddangkan Pangeran Asak berputra satu orang yaitu Kiyayi Nginte.
terima kasih
BalasHapusSalam Kenal dari Kami baitulkhitankediri.com, kami melayani Khitan Anak & Dewasa di Kota Kediri di dan Juga Kediri Kabupaten (Badas, Banyakan, Gampengrejo, Grogol, Gurah, Kandangan, Kandat, Kayen Kidul, Kepung, Kras, Kunjang, Mojo, Ngadiluwih, Ngancar, Ngasem, Pagu, Papar, Pare, Plemahan, Plosoklaten, Puncu, Purwoasri, Ringinrejo, Semen, Tarokan, Wates) , Khitan Aman, Modern dan Profesional.
BalasHapusSalah kaprah ni...
BalasHapus